Ini sepenggal kisah dari perjalanan panjang saya mendapatkan
pekerjaan. Ada satu keresahan di dalamnya, di mana saya rasa setiap anak kimia
pernah mengalaminya. Keresahan ini menjadi lebih seuatu lagi bagi saya karena
terjadi tepat 2 hari sebelum peristiwa besar di Indonesia. Begitu besarnya
peristiwa tersebut sampai menghasilkan banyak hastag, meme dan quote-quote baru
di media sosial.
Berawal dari tanggal 12 Januari 2016 tepatnya lima hari yang
lalu, saya memenuhi panggilan wawancara di salah satu lembaga pendidikan. Di lembaga
tersebut saya melamar sebagai guru Kimia. Sehari sebelumnya saya dan pelamar
lain telah mengikuti tes tulis dan oleh panitia kami diberitahu bahwa besok akan
ada dua sesi untuk tes wawancara. Sesi pertama yaitu diskusi dengan teman
sekelompok sedangkan sesi kedua yaitu wawancara dengan HRD. Alhamdulillah sesi
pertama keesokan harinya berjalan lancar mesikpun tema diskusi seputar tentang
pendidikan, bidang yang kurang saya kuasai mengingat saya kuliah di jurusan
kimia murni. Sesi selanjutnya…. hmm .. di sinilah keresahan itu muncul..
Sekitar satu jam menunggu giliran, akhirnya nama saya
dipanggil juga oleh panitia. Saya kemudian beranjak masuk ke ruangan diiringi teriakan-teriakan
kecil dukungan dari teman-teman baru saya. Sejenak menarik napas dalam, saya kemudian
duduk di depan HRD dan mulai menyapa duluan. Percakapan-percakapan pun dilalui,
pertama menggunakan bahasa Inggris kemudian mengalir seperti wawancara pada umumnya.
Dan tibalah pertanyaan itu, sang HRD bertanya sambil tersenyum tipis,
Apakah anda bisa
membuat atau merakit bom?
Sontak saya menjawab “Tidak Pak”
Tapi anda tahu bagaimana
cara merakitnya?
Saya mulai bingung, di sini kan saya ingin menjadi guru,
kenapa melulu ditanya tentang bom?. Saya kemudian menegaskan,”Tidak Pak, Kami
semasa kuliah hanya belajar kimia secara umum dan kebermanfaatan.”
Pertanyaan semacam itu memang bukan pertama kali saya
dapatkan, dan saya pun masih menganggap pertanyaan itu tidak serius. Akan tetapi
hal ini menjadi sangat mengganggu bagi saya ketika 2 hari setelahnya terjadi
serangan bom dan baku tembak di Sarinah Jakarta. Saya kemudian berpikir, banyak
pertanyaan seperti itu keluar secara spontan
dari kalangan awam. Padahal apa yang
kami pelajari semasa kuliah bahkan jauh daripada itu. Kami dididik menjadi
seorang kimiawan yang kelak dapat memberikan manfaat bagi orang banyak. Melalui
penelitian, Kimiawan ditantang untuk memecahkan berbagai macam permasalahan
lingkungan dan perkembangan teknologi.
Menjadi anak kimia memang terkadang harus bersabar dengan
berbagai macam pertanyaan dan stigma. Banyak orang yang kurang paham akhirnya
menganggap bahwa Kimia itu spesialis Bom. Kata Kimia sendiri dikalangan
masyarakat luas identik dengan racun yang membahayakan makhluk hidup. Stigma-stigma
negative ini lah yang selayaknya diperangi oleh Kimiawan. Bagaimana caranya? Tentu
kita bisa memulainya dengan banyak bersosialisai tentang penggunan kata Kimia, bahan
Kimia tidak selalu berarti bahaya karena dalam nasi pun terdapat bahan Kimia. Dan
selalu ingatkan pada khalayak ramai jika seorang kimiawan bukan berarti orang
yang paham cara merakit bom apalagi terlibat langsung dalam jaringan teroris.